KPPMPI Minta Presiden Perhatikan Pendidikan Anak-Anak Pesisir

SIARAN PERS – No: 01/SP/KPPMPI/X/2025

Jakarta, 28 Oktober 2025 — Bertepatan dengan momentum Hari Sumpah Pemuda, Kesatuan Pelajar-Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) menyerukan agar Presiden Republik Indonesia memberikan perhatian khusus terhadap peningkatan akses dan kualitas pendidikan bagi anak-anak pesisir.

Ketua Umum KPPMPI, Hendra Wiguna, menyampaikan bahwa hingga kini sekitar 80 persen nelayan kecil di Indonesia hanya menempuh pendidikan di bawah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi ini, menurutnya, berpotensi menjadi hambatan dalam mendukung target pemerintah untuk melakukan modernisasi kapal nelayan pada tahun 2026–2027 sebagai bagian dari upaya memperkuat kedaulatan pangan laut dan industri perikanan nasional.

“Tahun ini kami menyayangkan adanya pengurangan kuota peserta didik baru di pendidikan tinggi vokasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dengan adanya target modernisasi kapal perikanan dari Presiden, kami berharap kuota tersebut justru dapat ditingkatkan, termasuk penambahan dan pemerataan lembaga pendidikan vokasi seperti Politeknik AUP dan SUPM. Harapannya, akan lahir lebih banyak nahkoda dan awak kapal perikanan terampil yang siap mengoperasikan kapal-kapal modern di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia,” ujar Hendra.

Hendra juga menyoroti kondisi di lapangan, dimana masih terjadi konflik antar nelayan di wilayah tangkap yang sama akibat minimnya pengawasan dan ketimpangan kemampuan armada. Hal ini diperparah oleh praktik penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, seperti trawl, yang masih ditemukan di beberapa daerah, antara lain Gresik dan Labuhanbatu Utara. “Kami menyambut baik gagasan modernisasi kapal perikanan, namun harus diiringi dengan kesiapan kualitas manusianya. Potensi bonus demografi pemuda Indonesia perlu dimanfaatkan dengan menyiapkan mereka melalui pendidikan formal maupun informal,” lanjutnya.

Lebih jauh, Hendra menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan pengaturan zonasi operasi kapal perikanan, agar nelayan Indonesia dapat memperluas jangkauan wilayah tangkap hingga ke perairan internasional. “Saat ini, berdasarkan Data Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia mencatat, sejak 2013 hingga 2015 terdapat sekitar 250.000 pekerja migran perikanan Indonesia yang bekerja di kapal asing. Selain bekerja di perairan negara dimana bekerja, tidak sedikit juga yang bekerja di kapal perikanan yang beroperasi di perairan internasional. Kemungkinan jumlah tersebut terus meningkat hingga kini. Akibatnya, di daerah seperti Pemalang, banyak kapal perikanan nasional kesulitan mendapatkan awak kapal. Pendapatan yang lebih besar, menjadi salah satu daya pikat para pemuda bekerja di kapal asing di luar negeri.” jelasnya.

Sebagai penutup, Hendra mengingatkan bahwa modernisasi industri perikanan harus tetap berpijak pada prinsip keberlanjutan. “Modernisasi tanpa menjaga keberlanjutan sumber daya laut tidak akan berarti apa-apa. Sumber daya alam harus dijaga, selain itu jaminan perlindungan serta pemenuhan hak asasi tenaga kerja di kapal perikanan wajib menjadi prioritas utama,” tegasnya.

Sumber: Media Center KPPMPI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top