
SIARAN PERS – No: 04/SP/KPPMPI/X/2025
Jakarta, 28 Oktober 2025 — Dalam momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda, Kesatuan Pelajar, Pemuda, dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) menyerukan penguatan kebijakan dan langkah nyata untuk mempercepat swasembada garam nasional yang adil bagi petambak garam rakyat, sekaligus membuka ruang bagi peran besar pemuda pesisir sebagai motor pemulihan produksi dan ketahanan industri pangan.
“Di Hari Sumpah Pemuda ini, semangat baru bergelora dari ujung-ujung tambak garam. Kami, petambak garam muda Indonesia, tidak hanya memimpikan swasembada, tetapi bertekad mengembalikan marwah laut Nusantara sebagai tuan rumah bagi garamnya sendiri,” ujar Mohammad Aufa Marom, Ketua Paguyuban Pelopor Petambak dan Pedagang Garam Madura.
Data produksi garam nasional memperlihatkan fluktuasi kuat sepanjang 2019–2024, dengan produksi total tercatat mencapai 2,90 juta ton (2019), turun drastis pada 2020–2022, kemudian pulih menjadi sekitar 2,55 juta ton pada 2023 dan 2,04 juta ton pada 2024. Angka-angka ini menunjukkan potensi produksi garam nasional masih belum stabil dan belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dalam negeri.
Sementara itu, ketergantungan terhadap impor garam industri masih tinggi. Data BPS menunjukkan total impor garam pada 2024 mencapai sekitar 2,75 juta ton, dengan sebagian besar berasal dari Australia dan India. Menteri Perindustrian (2025) juga menyampaikan bahwa sekitar 90 persen kebutuhan garam untuk industri chlor-alkali plant (CAP) masih dipasok lewat impor, dengan kebutuhan garam industri CAP diperkirakan mencapai sekitar 2,3 juta ton per tahun. Kondisi ini memperlihatkan adanya celah besar antara kapasitas produksi domestik dan kebutuhan industri strategis nasional.
Sebagai respon, pemerintah telah menetapkan arah percepatan pembangunan pergaraman nasional melalui Perpres No. 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pergaraman Nasional, yang menargetkan swasembada garam pada akhir 2027. Kebijakan ini diarahkan agar produksi domestik mampu memenuhi kebutuhan sektor strategis seperti farmasi, pengeboran minyak, kimia, dan kosmetik. Langkah tersebut diperkuat dengan pengembangan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) yang berfungsi sebagai pusat pengelolaan rantai nilai garam dari hulu ke hilir. KPPMPI menyambut positif langkah tersebut, namun menekankan pentingnya perlindungan dan pemberdayaan petambak garam rakyat, serta investasi infrastruktur yang menjangkau skala komunitas, agar implementasi K-SIGN dan target swasembada tidak hanya berorientasi industri besar, tetapi juga memberdayakan produsen garam lokal dan juga petambak garam muda secara berkeadilan.
“Kondisi ketergantungan impor ini nyata, dan menjadi tantangan bagi kedaulatan industri kita. Tapi bagi kami pemuda pesisir, ini juga peluang untuk bergerak, memperkuat produksi garam rakyat, meningkatkan kualitas garam konsumsi dan industri, serta membangun rantai pasok yang inklusif. Pemerintah dan pemangku kepentingan harus memastikan ada jaminan harga, akses pembiayaan, dan pendampingan teknis bagi petambak garam, khususnya petambak kecil dan pemuda, agar keduanya tertarik untuk bertahan dan berinovasi di sektor ini,” ujar Fawaz Muhammad Sidiqi, Ketua Bidang Kajian Garam DPP KPPMPI.
KPPMPI menegaskan bahwa target swasembada garam hanya dapat tercapai jika disertai perbaikan tata niaga dan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan petambak garam kecil. Pemerintah didorong untuk memastikan keberlanjutan produksi, pemberdayaan koperasi tambak, serta penyelarasan K-SIGN dengan kepentingan produsen lokal agar proyek skala besar tidak meminggirkan petambak kecil.Menyambung semangat kolaborasi yang digaungkan KPPMPI, Mohammad Aufa Marom, Ketua Paguyuban Pelopor Petambak dan Pedagang Garam Madura, mengingatkan bahwa keberlanjutan sektor ini bergantung pada keterlibatan generasi muda pesisir yang mampu menghadirkan inovasi sekaligus menjaga kearifan lokal di setiap butir garam yang dihasilkan.
“Kami, petambak garam muda Indonesia, tidak hanya memimpikan swasembada, tetapi bertekad mengembalikan marwah laut Nusantara sebagai tuan rumah bagi garamnya sendiri. Regenerasi petambak garam adalah napas gerakan ini, dengan lompatan teknologi, inovasi, dan manajemen modern, kami berupaya mengubah tambak yang sempat lesu menjadi pusat ekonomi yang menjanjikan. Menjadi petambak garam bukan pekerjaan kolot, melainkan profesi mulia yang memadukan sains, seni, dan jiwa wirausaha untuk membangun kemandirian pangan bangsa. Namun semangat muda saja tidak cukup tanpa dukungan sistem yang adil. Kami berharap pemerintah memperkuat tataniaga dan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan petambak garam, melindungi dari permainan pasar dan impor murah, serta menciptakan ekosistem yang menjamin harga layak dan keberlanjutan produksi. Inilah sumpah pemuda masa kini, laut kita, garam kita, kedaulatan kita,” ungkap Aufa.
Sumber: Media Center KPPMPI
